INTERNATIONAL
WHO Menyatakan END of COVID-19 Emergency. Apakah Indonesia Akan Kembali Normal?
“Covid telah mengubah dunia, mengubah kita. Seperti apa yang seharusnya terjadi. Jika kita kembali seperti dulu sebelum Covid, kita gagal untuk belajar dan bersalah ke generasi masa depan,” lanjut Ghebreyesus.

Penyakit yang pertama kali di identifikasi pada tanggal 31 Desember 2019 ini ditemukan di Kota Wuhan, Hubei, Tiongkok. Setelah beberapa bulan terdeteksi di wuhan, tepatnya tanggal 2 Maret 2020 pemerintah Indonesia pertama kali mengumumkan ditemukannya dua kasus positif Covid-19 di Indonesia. Dan mirisnya tanggal 11 maret 2020, WHO menetapkan virus Covid-19 sebagai pandemi global, ingatan ini masih sangat melekat di ingatan masyarakat dan tentu saja menjadi awal dari perubahan besar di seluruh dunia yang banyak tidak terduga.
Table of Contents
Apa Pandemik Telah Berakhir?
Banyak kejadian yang terjadi selama masa pandemik ini dan masih melekat di ingatan kita bagaimana angka kematian terus bertambah dikarenakan terpapar penyakit menular Covid-19. 3 tahun setelah WHO menetapkan COVID 19 sebagai pandemi global akhirnya WHO mengeluarkan keputusannya untuk mengahiri pandemi global ini. “Karena itu, dengan harapan yang sangat besar, saya mendeklarasikan bahwa Covid-19 sudah bukan darurat kesehatan global,” kata Dirjen WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus, seperti dikutip Reuters.
“Covid telah mengubah dunia, mengubah kita. Seperti apa yang seharusnya terjadi. Jika kita kembali seperti dulu sebelum Covid, kita gagal untuk belajar dan bersalah ke generasi masa depan,” lanjut Ghebreyesus.
Berakhirnya pandemi setelah diumumkan WHO bukan berarti penyakit menular ini telah meghilang, Covid -19 tetap ada dan masih akan ada sampai waktu yang panjang. Hal positf yang bisa kita ambil adalah penggunaan masker dan mencuci tangan secara rutin telah menjadi kebiasaan yang kita lakukan sehari hari dan kebiasaan ini bukan hanya untuk mencegah Covid-19 tapi juga bisa kita terhindar dari berbagai macam penyakit lainnya.
Apakah Indonesia Akan Kembali Normal?
Setelah kita mendengar kebijakan dari WHO yang menyatakan berakhirnya kedaruratan Covid-19, mungkin pertanyaan yang terlintas di benak kita adalah Apakah Indonesia akan kembali normal? Menurut Hermawan Spautra sebagai Ketua Umum Terpolih Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indoneisa menyarankan “Pemerintahan sebaiknya tidak terburu-buru untuk mengakhiri status kedaruratan nasional untuk penanganan Covid-19 dikarenakan kasus baru serta kasus kematioan akibat Covid-19 masih meningkat.”
Transisi Dari Pandemi Ke Endemi
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan, Imran Pambudi, mengungkapkan bahwa pemerintah saat ini sedang menyiapkan perubahan kebijakan setelah WHO mencabut status darurat global. “Pengumuman tentang hal ini akan segera dibuat,” katanya.
Imran juga menyatakan bahwa perubahan kebijakan tersebut meliputi kebijakan terkait protokol kesehatan, surveilans, tanggapan dalam situasi darurat di wilayah dan fasilitas kesehatan, serta kebijakan vaksinasi. Namun, pembahasan mengenai detail perubahan kebijakan tersebut masih dilakukan.
Mohammad Syahril, Juru Bicara Kementerian Kesehatan, menyatakan bahwa Pemerintah Indonesia telah bersiap dalam fase transisi dari pandemi menjadi endemi sebelum keputusan resmi WHO untuk mencabut status kedaruratan kesehatan global. WHO pun menilai persiapan Indonesia sudah baik dalam menyiapkan fase transisi tersebut.

“Sudah ada konsultasi dengan Direktur Jenderal WHO dan tim WHO, baik di Jenewa (Swiss) maupun Jakarta untuk mempersiapkan transisi pandemi beberapa waktu lalu sebelum pencabutan status PHEIC diumumkan WHO. Saat ini kita bersama-sama menuju pengakhiran kondisi kedaruratan,” kata Syahril.
Syahril menambahkan, meskipun status kegawatdaruratan pandemi telah dicabut, pemerintah akan tetap memberikan prioritas pada kesiapsiagaan dan kehati-hatian dalam penyebaran Covid-19. Transisi masa penanganan Covid-19 juga harus dipersiapkan untuk jangka panjang, seperti persiapan dalam surveilans kesehatan masyarakat, kesiapsiagaan fasilitas kesehatan dan obat-obatan, serta persiapan kebijakan kesehatan lainnya. Hal ini perlu dilakukan untuk memastikan bahwa Indonesia memiliki ketahanan nasional yang kuat dan selalu siap menghadapi kemungkinan adanya pandemi di masa depan.
Ia juga mengimbau masyarakat untuk tetap memperhatikan dan menjalankan protokol kesehatan dengan baik. Vaksinasi tetap harus dilanjutkan untuk meningkatkan perlindungan masyarakat, terutama bagi kelompok berisiko.
Perubahan status dari pandemik ke endemi merupakan suata hal yang harus benar benar dipersiapkan pemerintah pasalnya pemerintah juga harus menyiapkan langkah kedepan jika kasus Covid-19 kembali meningkat karena penyakit menular ini masih ada disekitar kita.

BERITA
Meta Kena Denda Rekor, Mendesak Kesepakatan Data AS-UE

TIGER NEWS – Dalam langkah yang revolusioner, Meta (sebelumnya dikenal sebagai Facebook) dikenakan denda sebesar $1,3 miliar oleh Komisi Perlindungan Data Irlandia. Denda ini menandakan kali pertama seorang raksasa teknologi Amerika besar diperintahkan untuk menghentikan aliran data pengguna transatlantik karena melanggar aturan privasi Eropa. Akibatnya, pemerintahan Biden menghadapi tekanan yang meningkat untuk mengatasi kesenjangan yang semakin melebar antara regulasi data Amerika dan Eropa, mendorong negosiasi kesepakatan data transatlantik.
Table of Contents
Denda dan Implikasinya:
Komisi Perlindungan Data Irlandia mendapati Meta bersalah atas transfer data pengguna UE ke AS tanpa jaminan yang memadai terhadap pengawasan pemerintah Amerika, dengan demikian melanggar regulasi privasi data Eropa. Denda sebesar $1,3 miliar, yang merupakan rekor di bawah standar privasi data Eropa, menjadi peringatan bagi perusahaan-perusahaan Amerika lainnya yang mungkin menghadapi denda serupa karena tidak mematuhi peraturan. Sementara beberapa perusahaan mungkin mempertimbangkan investasi infrastruktur yang mahal untuk menyimpan data di UE, langkah-langkah tersebut mungkin tidak ekonomis dilakukan kecuali untuk perusahaan-perusahaan terbesar.
Ruang Lingkup yang Lebih Luas:
Kesenjangan regulasi ini mempengaruhi tidak hanya raksasa teknologi seperti Meta, tetapi juga hampir semua perusahaan Amerika yang melakukan bisnis transatlantik dengan pelanggan Eropa. Sejak 2018, hukum Eropa telah membatasi pengumpulan data warga UE, menuntut agar perusahaan menyediakan jalur bagi individu untuk menantang pengumpulan, penggunaan, atau berbagi data yang tidak pantas. Putusan penting pada tahun 2020 oleh Mahkamah Kehakiman Uni Eropa menyatakan program pengawasan Amerika melanggar aturan privasi UE, efektif membuat transfer data antara kedua wilayah menjadi melanggar hukum.
Perintah Eksekutif Biden dan Persetujuan yang Tertunda:
Untuk mengatasi tantangan ini, pemerintahan Biden memberikan perintah eksekutif pada Oktober lalu, dengan tujuan membentuk kerangka privasi data antara AS dan UE. Perintah ini, yang menunggu persetujuan dari Komisi Eropa, berpusat pada pembentukan Pengadilan Tinjauan Perlindungan Data yang memungkinkan warga UE untuk mengajukan klaim terkait praktik pengumpulan data. Sampai perintah ini mendapatkan persetujuan dari pihak Eropa, perusahaan-perusahaan Amerika tetap berisiko mendapatkan denda saat mentransfer data UE ke AS, seperti yang terjadi pada kasus Meta baru-baru ini.
Tanggapan Meta dan Prospek di Masa Depan:
Presiden urusan global Meta, Nick Clegg, dan kepala pegawai hukum, Jennifer Newstead, menyatakan bahwa mereka berniat mengajukan banding atas keputusan tersebut, menggambarkan denda tersebut sebagai “tidak perlu” dan “tidak beralasan”. Mereka menekankan negosiasi yang sedang berlangsung untuk kerangka privasi data AS-UE dan persetujuan yang akan segera diberikan terhadap perintah eksekutif Biden. Meta menunggu penyelesaian konflik hukum yang mendasari ini, yang akan memungkinkan layanan mereka untuk terus berjalan tanpa gangguan jika Kerangka Privasi Data mulai berlaku sebelum batas waktu implementasi berakhir. Kegagalan mencapai penyelesaian sebelum batas waktu yang ditentukan dapat memaksa Meta untuk menghentikan layanan seperti Facebook dan Instagram di Eropa.
Tantangan dalam Menavigasi Regulasi Eropa:
Denda yang diterima oleh Meta menyoroti kesulitan industri teknologi dalam menavigasi regulasi digital yang terus berkembang di Eropa, terutama Regulasi Perlindungan Data Umum (GDPR) yang merayakan hari jadinya yang ke-5 tahun ini. Meskipun GDPR telah dikritik karena kurang tegas, putusan terhadap Meta mengirimkan pesan yang jelas bahwa regulator di banyak negara mengadopsi pendekatan perlindungan konsumen yang berbeda dengan pemerintah AS.
Langkah ke Depan:
Proposal pemerintahan Biden, meskipun diumumkan melalui perintah eksekutif pada Oktober, masih menunggu persetujuan dari Komisi Eropa. Proses negosiasi telah memakan waktu lama karena adanya keterlambatan dalam menetapkan elemen penting di pihak AS dan keraguan dari UE. Komponen-komponen penting, termasuk hakim dan advokat khusus untuk warga UE, masih menunggu persetujuan keamanan, menyebabkan penundaan dalam meluncurkan Pengadilan Tinjauan Perlindungan Data. Masalah tentang hukum pengawasan AS dan efektivitas pengadilan dalam menangani kasus juga telah dibahas, yang lebih mempersulit proses persetujuan.
Kesimpulan:
Denda teknologi yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap Meta telah meningkatkan urgensi bagi Amerika Serikat dan Uni Eropa untuk mencapai kesepakatan data yang menyeimbangkan peraturan yang ada. Implikasinya meluas di luar Meta, mempengaruhi banyak perusahaan Amerika yang terlibat dalam bisnis transatlantik dengan pelanggan Eropa. Lebih dari 80 perusahaan, termasuk Microsoft, Google, Salesforce, dan Zoom, telah menyuarakan kekhawatiran tentang transfer data internasional tanpa kerangka hukum yang solid.
Perintah eksekutif Biden, setelah disetujui, bertujuan untuk mengatasi tantangan ini dengan membentuk kerangka privasi data antara AS dan UE. Namun, proses persetujuan terhambat oleh berbagai faktor, termasuk keraguan dari Parlemen UE dan Dewan Perlindungan Data Eropa. Entitas ini memunculkan kekhawatiran tentang hukum pengawasan AS dan potensi k
eterbatasan dan kurangnya transparansi dalam Pengadilan Tinjauan Perlindungan Data yang diusulkan.
Penting bagi pengadilan tersebut menjadi operasional agar pejabat UE dapat melakukan tinjauan komprehensif terhadap kerangka tersebut. Selain itu, absennya regulasi privasi data AS, karena Kongres gagal mengesahkan Undang-Undang Privasi dan Perlindungan Data Amerika tahun lalu, semakin mempersulit situasi ini.
Perusahaan seperti Meta telah mengantisipasi keputusan ini, dan denda yang mereka terima menegaskan perlunya tindakan cepat. Sementara perusahaan-perusahaan besar mungkin memiliki cara untuk mendirikan pusat data di UE guna menghindari transfer data ke AS, perusahaan-perusahaan kecil mungkin dihadapkan pada pilihan melanggar GDPR atau memutuskan hubungan dengan pengguna UE. Konsekuensi dari penghentian transfer data dapat menjadi besar, dengan potensi menghambat operasional bisnis di UE atau menimbulkan biaya yang signifikan terkait dengan server berbasis UE.
Saat kerangka privasi data AS-UE tetap berada dalam kebimbangan, industri teknologi dengan cemas menantikan persetujuannya. Kasus Meta menjadi pendorong bagi kedua tim negosiasi untuk mempercepat proses ini dan menemukan penyelesaian. Jelas bahwa pemerintahan Biden dan Komisi UE harus bekerja sama secara efektif untuk mencapai kesepakatan data yang saling menguntungkan yang mengatasi kekhawatiran privasi, menyelaraskan standar regulasi, dan memfasilitasi transfer data transatlantik sambil menjaga hak-hak warga UE.
Waktu terus berjalan, dan batas waktu semakin dekat bagi Meta untuk menghentikan transfer data antara UE dan AS. Namun, jika kerangka privasi data AS-UE disetujui sebelum batas waktu berakhir, Meta dan perusahaan lain dapat melanjutkan layanan mereka tanpa gangguan atau dampak pada pengguna. Tujuan utamanya adalah mencapai keseimbangan yang melindungi hak privasi, mendorong pertumbuhan ekonomi, dan menjalin lanskap data yang harmonis antara kedua wilayah tersebut. Penyelesaian dari masalah-masalah ini akan memiliki dampak yang luas bagi masa depan aliran data transatlantik dan hubungan antara perusahaan-perusahaan Amerika dan mitra mereka di Eropa.
BERITA
Banjir Hebat di Emilia-Romagna, Italia Timur Laut: Krisis Iklim Memperburuk Situasi, 13 Orang Tewas

TIGER NEWS – Banjir hebat yang melanda wilayah Emilia-Romagna, Italia timur laut, telah menimbulkan situasi yang memprihatinkan. Dampak dari banjir ini terus meningkat, dan para ahli setempat menyebut bahwa perubahan iklim menjadi faktor yang memperparah bencana ini.
Berdasarkan laporan Antara, jumlah korban tewas akibat banjir telah mencapai 13 orang. Selain itu, dampak banjir juga terasa di 42 kota yang terkena, dengan sekitar 10.000 orang terpaksa mengungsi meninggalkan rumah mereka. Situasi semakin memburuk dengan 34.000 rumah yang kehilangan pasokan listrik.
Untuk membantu penduduk setempat dan melakukan upaya pemulihan, pasukan militer telah dikerahkan ke wilayah tersebut. Mereka bekerja sama dengan tim penyelamat untuk membuka kembali jalan-jalan yang tertutup akibat banjir dan longsor. Ini menjadi langkah penting dalam memulihkan aksesibilitas dan memulai proses pemulihan.
Tanggap darurat juga telah diumumkan oleh pemerintah Italia untuk wilayah terdampak. Menteri Lingkungan dan Keamanan Energi Italia, Gilberto Pichetto, mengumumkan keputusan ini melalui radio. Langkah ini akan memungkinkan mobilisasi sumber daya dan bantuan yang lebih efektif untuk membantu masyarakat yang terkena dampak banjir.
Situasi ini mengingatkan kita akan perlunya kesadaran dan tindakan terhadap perubahan iklim. Krisis perubahan iklim yang semakin nyata telah mempengaruhi pola cuaca, termasuk curah hujan yang ekstrem. Upaya mitigasi dan adaptasi menjadi penting untuk mengurangi risiko bencana di masa depan.
INTERNATIONAL
Apple 2023 Headset AR/VR ‘Reality Pro’
Apple 2023: Teknologi yang membuat pengguna masuk dalam dunia virtual yang sesungguhnya, mengalami berbagai skenario sambil merasakan visual, taktil, dan audio.

TIGER NEWS – Apple telah bereksperimen dengan teknologi realitas virtual dan augmentasi selama hampir 20 tahun berdasarkan pengajuan paten, tetapi dengan ledakan popularitas realitas virtual dan augmentasi dengan peluncuran ARKit, eksperimen Apple semakin serius dan diperkirakan akan mengarah pada perangkat AR/VR Apple pertama pada 2023.
Table of Contents
Ada riset di Apple dengan ratusan karyawan yang bekerja pada AR dan VR serta mengeksplorasi cara-cara teknologi yang muncul dapat digunakan pada produk-produk Apple di masa depan. Penerimaan karyawan untuk AR/VR telah meningkat selama beberapa tahun terakhir, dan Apple telah mengakuisisi beberapa perusahaan AR/VR dalam upaya meningkatkan karyanya di ruang AR/VR.
Apple sedang mengembangkan setidaknya dua perangkat AR/VR yang mencakup headset realitas campuran yang akan dirilis pada tahun 2023, diikuti dengan versi yang lebih terjangkau pada masa mendatang. Headset Apple telah mengalami beberapa penundaan yang pada awalnya ingin meluncurkannya pada tahun 2022 dan mengalami penundaan lagi sehingga diharpkan Peluncuran pada tahun 2023 dan banyak yang berspekulasi Apple akan memperkenalkan perangkat wearable ini di WWDC. Dan diharapkan untuk Versi yang lebih murah bisa diluncurkan pada 2024 atau 2025.

Headset AR/VR akan menjadi perangkat mandiri dengan chip silikon Apple yang akan menempatkan performanya sejajar dengan Mac Apple. Ia akan memiliki dua chip di dalamnya yang diharapkan untuk melakukan hal-hal kompleks yang dapa dioperasikan tanpa iphone atau Mac. menghubungkan Headset AR/VR dengan produk apple lainnya seperti iphone sangat memungkinkan.
Dari segi desain, headset akan terlihat mirip dengan headset lain di pasar seperti Facebook Oculus Quest, tetapi ia akan memiliki tampilan yang lebih ramping dan dibangun secara ringan untuk memastikan kenyamanan pengguna. Apple akan mengurangi bobot headset dengan menggunakan paket baterai eksternal yang dipakai di pinggang daripada baterai terintegrasi yang dibangun ke dalam perangkat.
Headset AR/VR akan memiliki dua layar OLED mikro 4K beresolusi tinggi dengan hingga 3.000 piksel per inci, memberikan pengalaman tampilan yang nyata. Apple membangun lebih dari satu lusin kamera ke dalam headset untuk melacak gerakan tangan dan gerakan yang akan menjadi salah satu metode kontrol bersama dengan pelacakan mata. Pengguna akan dapat melihat item di layar untuk memilihnya, menggunakan gerakan tangan untuk berinteraksi dengan item tersebut. Beberapa modul 3D-sensing akan disertakan untuk mendeteksi gerakan tangan dan objek di sekitar pengguna, dan akan mendukung kontrol suara, deteksi kulit, deteksi spasial, dan deteksi ekspresi.
Headset akan difokuskan pada VR, tetapi juga akan memiliki kemampuan augmented reality. Pengguna akan dapat beralih dari VR ke AR melalui mekanisme kontrol seperti Digital Crown, dengan fitur AR menggunakan kamera eksternal untuk menampilkan lingkungan sekitar pengguna di dalam headset.
Karena headset AR/VR adalah kategori produk yang sepenuhnya baru dengan teknologi canggih, harganya tidak akan murah. Kabar yang beredar menyebutkan harganya yang dibandel sekitar $3.000. Headset ini akan menjadi permainan yang berbeda di industri teknologi, dan akan membuka jalan untuk masa depan teknologi wearable. Komitmen Apple terhadap inovasi dan pengembangan headset AR/VR secara pasti akan mengubah cara kita berinteraksi dengan teknologi, dan akan menarik untuk melihat bagaimana produk tersebut berkembang dalam beberapa tahun mendatang.
Masa Depan Telah Tiba: AR, VR, dan Mixed Reality
Apakah Anda siap memasuki dunia baru yang penuh kemungkinan? Venture terbaru dari Apple adalah pengembangan headset revolusioner yang akan mengubah cara kita melihat dan berinteraksi dengan teknologi. Headset ini akan mendukung kemampuan augmented reality (AR) dan virtual reality (VR), menggabungkannya menjadi konsep yang sepenuhnya baru yang dikenal sebagai mixed reality.
VR adalah teknologi yang membuat pengguna bisa merasakan dalam dunia virtual yang sesungguhnya, di mana mereka dapat mengalami berbagai skenario sambil merasakan visual, taktil, dan audio. Meskipun VR terutama dikaitkan dengan game, teknologi ini memiliki potensi untuk digunakan dalam tujuan pendidikan atau pelatihan, mereplikasi pengalaman dunia nyata bagi pembelajar untuk berlatih dan belajar.
Di sisi lain, teknologi AR menambahkan elemen virtual pada mode dunia nyata, memberikan mereka pandangan yang lebih baik tentang sekitar mereka. Meskipun kurang menarik dibandingkan VR, AR memiliki rentang aplikasi potensial yang lebih luas, seperti dalam bidang pendidikan, kedokteran, dan arsitektur. Teknologi AR juga dapat memberikan pengalaman interaktif yang lebih baik bagi pengguna, memungkinkan mereka memanipulasi objek virtual dalam lingkungan dunia nyata mereka.
Headset yang telah menjadi fokus utama dari Apple ini akan menggabungkan hal yang tidak dibayangkan sebelumnya yaitu menggabungkan kedua hal tersebut, memungkinkan pengguna untuk mengalami kedua teknologi VR dan AR melalui mekanisme Digital Crown. Headset ini akan memberikan pengalaman imersif bagi pengguna, memungkinkan mereka berinteraksi dengan objek fisik dan digital dalam satu lingkungan. Keduabelas kamera di headset akan melacak gerakan tangan membuat interaksi dengan dunia virtual lebih intuitif dan mulus.
Teknologi mixed reality menawarkan kemungkinan tanpa batas, memberikan pengguna cara baru untuk belajar, bekerja, dan bermain. Bayangkan dapat berpartisipasi dalam pertemuan virtual sambil memiliki akses pada objek dunia nyata. Atau, dapat menjelajahi anatomi manusia secara langsung melalui simulasi virtual.
Headset AR/VR dari Apple akan menjadi perubahan besar di industri teknologi, membuka jalan untuk masa depan teknologi wearable. Dengan headset ini, kemungkinan tak terbatas. Apakah Anda ingin bermain game di dunia imersif, belajar melalui simulasi interaktif, atau bekerja di ruang kerja mixed-reality, headset Apple akan memberikan pengalaman unik yang belum pernah Anda lihat sebelumnya. Bersiap-siaplah untuk memasuki masa depan dengan teknologi headset groundbreaking dari Apple.
Pemberian Nama
Pendaftaran merek dagang telah menunjukkan bahwa Apple dapat menamai headset realitas campuran yang sedang dalam pengembangan dengan “Reality Pro” atau “Reality One.” Apple telah mematenkan nama-nama itu selain “Reality Processor”, sehingga terdengar seperti kita bisa mendapatkan nama-nama dengan tema realitas.
Apple telah mematenkan nama-nama tersebut di Amerika Serikat, Inggris, Kanada, Australia, Selandia Baru, Arab Saudi, Kosta Rika, dan Uruguay menggunakan perusahaan kulit telur.
Design
Apple’s headset AR/VR akan menggunakan bahan aluminium, kaca, dan serat karbon untuk menjaga bobot dan profilnya tetap rendah. Kacamata ini telah dijelaskan memiliki “visor melengkung yang ramping yang terpasang pada wajah dengan bahan jaring yang dapat dipertukarkan dengan kepala.” Desain kacamata ini tidak terlalu jauh berbeda dari headset virtual reality Oculus Quest dari Facebook. Banyak detail desain yang telah diungkapkan dalam rumor, bahkan The Information telah melihat prototipenya sehingga kita memiliki gambaran yang baik tentang apa yang diharapkan.
Pada kacamata ini, Apple menekankan kesan elegan dengan desain melengkung yang ramping dan penggunaan bahan berkualitas tinggi. Kacamata AR/VR akan terlihat futuristik dan modern dengan visor yang membungkus wajah penggunanya dan material mesh yang memudahkan pengguna untuk mengganti headband-nya. Desain kacamata ini memang mirip dengan Oculus Quest milik Facebook, tetapi Apple menambahkan sentuhan khas mereka untuk memberikan pengalaman pengguna yang unik.
Bagian belakang headset akan menggunakan bahan serupa dengan tali jam Apple Watch untuk menjaga agar headset tetap stabil di kepala pengguna, sementara bahan mesh yang lembut akan memberikan kenyamanan pada bagian depan wajah. Awalnya, rumor menyebutkan bahwa headband dapat diganti, namun informasi terbaru mengindikasikan bahwa headband tidak dapat diganti.
Sebelumnya, Apple sedang mengembangkan headband dengan teknologi audio spasial seperti AirPods Pro untuk memberikan pengalaman suara surround, serta headband lainnya untuk menambah daya tahan baterai saat bepergian. Namun, ide-ide tersebut kemungkinan telah dibatalkan. Rumor saat ini mengindikasikan bahwa Apple sedang menciptakan headband yang berbeda, satu untuk konsumen yang terbuat dari bahan seperti tali jam Apple Watch dengan speaker built-in, dan satu lagi ditargetkan untuk pengembang.